Berdialog Dengan Pemeluk Agama Lain
BERDIALOG DENGAN PEMELUK AGAMA LAIN[1]
Oleh
Syaikh Shalih Fauzan al-Fauzan
Segala puji bagi Allâh Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Muhammad; Penutup para Nabi. Juga atas keluarga dan semua sahabat. Wa ba’du;
Dewasa ini, telah muncul fenomena dialog antara kelompok-kelompok yang berseberangan. Dialog bersama orang yang berseberangan itu sendiri, bila tujuannya untuk menjelaskan kebenaran dan menampik kebathilan, maka merupakan suatu hal yang diperlukan dan disyariatkan. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَىٰ كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ ۚ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ
Katakanlah, “Hai Ahli Kitab! Marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allâh dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allâh.” Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allâh).” [Ali Imrân/3: 64]
Jadi, kita mengajak mereka menuju tauhid, yaitu beribadah kepada Allâh Azza wa Jalla semata, dan meninggalkan peribadatan kepada selain-Nya. Tidak cukup hanya sekedar mengakui rububiyyah Allâh saja. Kemudian setelah menjelaskan kebenaran, pihak penentang yang bersikeras pada kebathilannya diajak untuk mubâhalah; yaitu mendoakan laknat atasnya (atas yang bersikeras memegang kebathilannya). Allâh Azza wa Jalla berfirman:
فَمَنْ حَاجَّكَ فِيهِ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ فَقُلْ تَعَالَوْا نَدْعُ أَبْنَاءَنَا وَأَبْنَاءَكُمْ وَنِسَاءَنَا وَنِسَاءَكُمْ وَأَنْفُسَنَا وَأَنْفُسَكُمْ ثُمَّ نَبْتَهِلْ فَنَجْعَلْ لَعْنَتَ اللَّهِ عَلَى الْكَاذِبِينَ
Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya): “Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri kami dan isteri-isteri kamu, diri kami dan diri kamu; kemudian marilah kita bermubâhalah kepada Allâh dan kita minta supaya la’nat Allâh ditimpakan kepada orang-orang yang dusta. [Ali Imrân/3:61]
Namun, bila maksud dari dialog antara kita dengan pihak yang menyelisihi kita dalam masalah akidah ini adalah agar kita menerima sebagian dari kebatilannya, atau agar kita rela berlepas dari sebagian kebenaran yang kita yakini, maka ini adalah hal yang batil. Sebab ini adalah bentuk mudâhanah (bersikap lembut dengan mengorbankan agama dan membiarkan kebathilan). Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَدُّوا لَوْ تُدْهِنُ فَيُدْهِنُونَ
Maka mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak lalu mereka bersikap lunak (pula kepadamu). [Al-Qalam/68:9]
Allâh Azza wa Jalla juga berfirman:
أَفَبِهَٰذَا الْحَدِيثِ أَنْتُمْ مُدْهِنُونَ
Maka apakah kamu menganggap remeh saja Al-Quran ini? [Al-Wâqi`ah /56: 81]
Namun terkait intraksi, maka tidak ada penghalang (tidak ada masalah) bagi kita untuk berinteraksi secara adil dengan orang yang menyelisihi akidah kita dalam batasan kemaslahatan duniawi. Tidak mengapa bila kita berbuat baik kepada mereka yang tidak berbuat buruk, sebagaimana Allâh firmankan:
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
Allâh tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allâh menyukai orang-orang yang berlaku adil. [Al-Mumtahanah/60:8]
Allâh Azza wa Jalla juga berfirman:
وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ
Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. [Al-Ma’idah / 5:8]
Kita juga harus memberikan apa yang menjadi janji kesepakatan dengan kafir mu’âhad[2] dan memberikan jaminan aman kepada kafir musta’man.[3] Kita menghormati darah dan hartanya sebagaimana kita menghormati darah dan harta kaum Muslimin. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ قَتَلَ مُعَاهَدًا لَمْ يَرَحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ وَإِنَّ رِيحَهَا تُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا
Barangsiapa yang membunuh seorang mu’âhad, ia tidak mencium aroma surga. Dan sesungguhnya aroma surga benar-benar bisa didapati dari jarak perjalanan 40 tahun. [HR. Al-Bukhâri, no. 3166]
Ini adalah perkara yang sudah menjadi ketetapan dalam syariat Islam; tidak ada yang mengingkarinya kecuali orang yang jahil atau yang keras kepala.
Untai kata ini yang singakat ini, saya maksudkan untuk membantah dua kelompok manusia:
- Pertama: yang mengingkari kebolehan berinteraksi dengan orang yang berseberangan dalam akidah secara mutlak.
- Kedua: kelompok yang lembek (suka menggampangkan dalam masalah agama), yaitu mereka memandang bahwa tidak ada perbedaan antara para pengikut akidah yang sahih dan pengikut akidah yang batil; yaitu paham yang turut memandang pada pendapat lain (bahwa itu ada benarnya).
Dan sudah menjadi kewajiban kita untuk berhati-hati terhadap prinsip-prinsip batil ini.
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ
Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, [Ali –Imrân/3:85]
Yaitu Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam , dan di atas jalan tersebut para Sahabat berjalan juga tabi`in serta ahlussunnah sepeninggal mereka. Yang dimaksudkan bukanlah Islam yang dibuat-buat (direkayasa) yang menyelisihi apa yang dibawa oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Inilah yang ingin saya jelaskan.
إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُ
Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. [Hud/11: 88]
Dan yang kami maksudkan dengan orang yang berseberangan dengan kita dalam akidah adalah setiap orang yang memilih agama selain Islam. Kita tidak rela selain al-Quran dan as-Sunnah menjadi dalil petunjuk kita. Kita tidak rela selain Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai suri tauladan kita. Allâh berfirman:
وَأَنَّ هَٰذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allâh agar kamu bertakwa. [Al-An’âm / 6:153]
Kita tidak bisa menerima perbuatan mencampur-adukkan, menjilat, dan bersikap nifaq.
Semoga shawalat dan salam tercurah atas Nabi kita Muhammad, dan juga keluarga dan sahabatnya sekalian.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XIX/1437H/2016M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
______
Footnote
[1] Diterjemahkdan dari Al-Bayân Li Akhthâ’i Ba`dhil Kuttâb karya Syaikh Shalih Al-Fauzan cet. Pertama Dâr Ibnil Jauzi 3/50.
[2] Kafir mu`âhad yaitu kafir yang ada perjanjian damai dengan kaum muslimin untuk tidak saling berperang dalam rentang waktu tertentu.
[3] Musta’man yaitu mereka yang masuk ke Negara Islam dengan jaminan keamanan.
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/6603-berdialog-dengan-pemeluk-agama-lain.html